Garis Besar Sejarah Tasawuf, (700 M- 1900 M): Asal Mula, Periodesasi dan Perkembangan


Beberapa buku yang menuliskan tentang sejarah perkembangan tasawuf kadang simpang siur ataupun tumpang tindih. Sehingga membuat kita bingung tentang bagaimana perkembangan tasawuf dari masa ke masa.  Selain itu munculnya beragam pendapat tentang periodesasi tentang perkembangan dari tasawuf.

Kami ingin menawarkan sebuah jalan tengah tentang perkembangan dan periodesasi dari perkembangan tasawuf itu sendiri. Hal ini sebagaimana yang sudah kami pertimbangkan dengan merujuk beberapa karya sarjana yang fokus pada sejarah tasawuf. Selain itu, kami telah menuliskan dan menuangkan gagasan tentang sejarah tasawuf dalam buku kami Sufisme.

Tentunya, kami masih menerima kemungkinan atau pendapat lainnya dari para pengkaji atau ahli dalam bidang ini. Apa yang kami tuliskan juga merupakan sebuah ikhtiar dalam pengkajian sufisme, khususnya dalam kajian kesejarahan. 

700 – 1100 : Periode Formatif

Masa ini bisa disebut sebagai masa formatif atau pembentukan tasawuf awal. Dimana para sufi awal lahir. Pada era ini juga muncul ajaran dan doktrin zuhud atau asketis awal yang mana ajaran ini kemudian membentuk beberapa doktrin tasawuf lainnya. Meskipun pada masa ini masih menjadi perdebatan siapakah sufi awal atau orang yang sufi untuk pertama kalinya.

Tasawuf mulai tersebar ke berbagai wilayah Islam; Baghdad, Basrah, Persia dan Mesir. Banyak tokoh-tokoh tasawuf awal yang berasal dari daerah-daerah tersebut; misalnya sebut saja seperti Hasan al-Basri (w. 728), Rabiah al-Adawiyah (w. 801), al-Muhasibi (w. 896), (Junaid al-Baghdadi w. 837)ataupun Dhun Nun al-Misri (w. 859).

Pada masa ini praktik zuhud tasawuf dilakukan secara indidvidual tanpa melibatkan orang lain. Beberapa praktik zuhud atau asketis tersebut berkembang menjadi apa yang disebut sebagai tasawuf. 

Selain itu muncul juga beberapa sufi pemabuk karena mengeluarkan kata-kata nyeleneh atau syatahat. Dari tokoh sufi pemabuk ini kemudian melahirkan atau yang bisa disebut sebagai tasawuf falsafi, mereka adalah; Bayazid al-Bistami (w. 874) dan Mansur al-Hallaj (w. 922).

Dari tokoh-tokoh pemabuk tersebut kemudian lahir beberapa sufi yang mengarang kitab untuk menyelaraskan tasawuf kepada syariat. Mereka antara lain:

Era dari ulama-ulama yang menulis tentang kitab-kitab tasawuf tersebut dikenal sebagai masa sistematisasi ajaran tasawuf. garis besa dari isi kitab-kitab tersebut berisikan konsep tasawuf, ajaran tasawuf yang sesuai dengan syariat dan memuat beberapa tokoh dan ungkapan sufi awal. 

1100 – 1700 : Periode Pertengahan

Pada masa ini muncul apa yang disebut dengan tarekat (Arab: thariqah) atau organisasi sufisme hierarkis. Ajaran dan praktik tasawuf semakin kompleks pada era ini. Ketika tarekat hadir, maka muncul juga konsep guru/syekh/pir-murid dari masing-masing tarekat.

Dengan munculnya tarekat, praktik sufi yang dulunya bersifat individual sekarang pada masa menjadi komunal. Maka muncul beberapa praktik seperti: sama, zikir, ziarah kubur dll. Selain itu juga muncul beberapa kitab manaqib atau hagiografi yang menceritakan kisah hidup dari pendiri suatu tarekat.

Era ini juga melahirkan beberapa tokoh tasawuf falsafi, misalnya sebut saja yang paling terkenal adalah: Ibn Arabi, Suhrawari Maqtul, dan beberapa sufi penyair seperti Jalal al-Din Rumi, Ayn Qudhat, Jami, Attar, dll. 

Tarekat dan berbagai ajaran sufi telah tersebar ke berbagai wilayah Islam, khususnya apa yang disebut  dengan Islamic Gunpowder “Negara Bubuk Mesiu” (Turki Usmani [Anatolia dan Balkan], Safawiyah [Iran, Afghan, Azerbaijan] dan Mughal [India, Pakistan, Bangladesh]). Di tiga kerajaan tersebut tasawuf dan tarekat mengalami pembentukan yang kompleks. Dimana beberapa cabang dari suatu tarekat lahir. 

Praktik tasawuf atau tarekat pada masa ini bersistensis dengan beberapa ajaran lainnya. Tarekat dalam hal ini mulai terpengaruh hal-hal lain yang datangnya dari Islam. Tak heran, pada masa ini muncul tarekat-tarekat ekstrim, yang biasanya tersambung dengan ajaran Syiah ekstrem. Selain itu, ada pula tarekat yang dulunya Sunni berubah menjadi tarekat Syiah, misalnya: Nurbakhsiyah. 

Selain itu ada pula transformasi radikal dari beberapa praktik dan ajaran tasawuf pada masa ini. Ketika muncul beberapa para sufi pengembara yang disebut dengan Qalandariyah dan juga beberapa praktik sufi nyeleneh lain yang datang dari Malamatiyah. Serta ada juga kalangan sufi yang antinomian ekstrim yang mana mereka melakukan praktik-praktik tasawuf secara ekstrim dan berlebihan.

Dengan berkembangnya ajaran dan praktik tasawuf/tarekat, lahir beberapa tokoh yang disebut sebagai anti-sufi  dan pembaru sufisme atau “Neo-Sufisme” awal. Selain mengkritik ajaran tasawuf, tokoh-tokoh ini juga merehabilitasi ajaran tasawuf yang dinilai sudah tercermar oleh beberapa pengaruh non-Islam. 

Beberapa tokohnya antara lain; Ibn Jauzi, Ibn Taimiyyah, Ibn Qayyim, Ahmad Sirhindi, Mulla Sadra, dan tokoh-tokoh dari gerakan Kadizadeli. Tokoh-tokoh ini kemudian meginspirasi beberapa gerakan atau tokoh Neo-Sufisme pada masa berikutnya.

1700 – 1900: Perkembangan dan Dinamika Selanjutnya 

Pada masa ini bentuk-bentuk dari Neo-Sufisme semakin kompleks. Beberapa pengaruh ajaran Neo-Sufisme pada masa sebelumnya tersebar ke berbagai wilayah Islam, dari Afrika, Soviet, India hingga Nusantara atau Melayu.

Perkembagan Neo-Sufisme yang kompleks pada masa  ini juga muncul apa yang disebut dengan Tariqat al-Muhammadiyah. Dimana ajaran pada masa ini berlandaskan pada visi dari Nabi Muhammad itu sendiri. 

Selain itu, pada era ini tarekat menghadapi tantangan baru ketika mereka ikut berjuang  dan berjihad melawan kolonialisme Eropa yang melanda berbagai negara-negara yang terdapat penduduk muslimnya. 

Pada masa ini, pengajaran dan praktik tasawuf khsusunya tarekatnya berdasarkan figur sentral. Era ini memunculkam beberapa figur atau tokoh sufi besar, yang mana kemudian namanya tersebar dan ajarannya banyak berkembang hingga kini. 

Selain itu, figur-figur sentral tersebut juga berperan dalam konteks lokalitas daerah setempat. Misalnya yang ada di Afrika utara, anak Benua India dan Melayu. Ajaran tasawuf yang mereka ajarkan bergelut dan berinteraksi dengan tantagan lokalitas masing-masing daerah tersebut.

Muncul juga tokoh besar pembaru dalam tasawuf atau Neo-Sufisme. Para pembaru ini melihat bahwa ajaran tasawuf yang berkembang pada abad kedelapan belas ini perlu untuk diperbarui, karena beberapa ajaran tasawuf tersebut masih terdapat unsur-unsur tasawuf enam abad sebelumnya. 

Ajaran dan praktik tasawuf pada masa ini mendapatkan tantangan besar dalam sosok Muhammad b. Abdul Wahab. Ajarannya—yang oleh lawan-lawannya dikenal sebagai Wahhabi—telah mengusik, dan mengancam tasawuf. Hingga saat ini perseteruan antara kaum sufi dan kelompok Wahhabi masih sering terjadi.


DAPATKAN BUKUNYA DISINI